Mengenai Saya

Foto saya
ingin melompat lebih tinggi

Kamis, 16 April 2009

"K" (mata kuliah) yang terabaikan . . .

kesedihan saya pada kalkulus atau bisa jadi kesedihan kalkulus pada saya,
adalah akibat dari terbengkalainya (mata kuliah) kalkulus pada semester ini. Penyebab sebenarnya adalah penyebab yg lumrah; yaitu "disibukkan dengan mata kuliah di program studi sendiri". Kalkulus adalah mata kuliah umum di kampus ITS ini, mata kuliah wajib buat mayoritas jurusan di ITS berbobot 3 sks, tentu lebih "besar dan berat" dari semua mata kuliah di jurusan perencanaan wilayah dan kota. tapi keberadaan kalkulus di program studi PWK (untuk selanjutnya kita sebut "planologi") ini malah tidak menjadi mata kuliah support matkul lainnya, bahkan sama sekali tidak support sehingga hanya menjadi beban bagi setiap mahasiswanya. matkul-matkul di kampus planologi ini pun sudah sangat menyita waktu, dengan berbagai tugas besar, pun sudah cukup menyibukkan. Dari posisi saya dan menurut fikiran liar saya, prioritas adalah mata kuliah program studi saya di planologi , dan kalkulus sudah mengganggu konsentrasi fikiran saya. Sebenarnya masalah ini bisa saja teratasi, jika bisa memahami kalkulus dengan baik. Namun pada hal ini, proses pemahaman juga membutuhkan mediator yang 'tepat', terlepas dari kesulitan belajarnya, dosen yang sebagai mediator sangat berperan penting. Dia harus dapat menjinakkan otak para mahasiswanya yang masih berontak dan kesulitan pada kalkulus.Di sini ditekankan bahwa tidak semua mahasiswa bisa mempelajari kalkulus dengan baik disebabkan adanya batasan, batasan akan matkul jurusan.

Di lain hal, menurut saya, kalkulus memang penting untuk melatih dasar kelogikaan berfikir. Namun, dewasa ini rasanya tidak mendukung sekali. Pada dasarnya secara pribadi, saya menyukai hal yang bersifat hitung-menghitung. Tapi juga harus melihat status keandilannya, jika seperti pada kasus sekarang ini, esensi dari kalkulus seperti tidak ada sama sekali, malah akan menjadi beban buat saya pribadi juga mungkin buat teman-teman seperjuangan saya di kampus. posisi hitung-menghitung sebenarnya sudah tergantikan oleh matkul statistika (juga termasuk dari salahsatu matkul prog.studi planologi), yang itu pun sudah bisa membuat geger otak mahasiswa-mahasiswanya. Dalam hal ini, yang dituntut dari mahasiswa-mahasiswa planologi nantinya adalah menguasai ilmu-ilmu dasar yang berhubungan dan yang mengenai perencanaan, wilayah, dan kota. Penekanannya lebih ke arah materi sosial sedangkan untuk materi eksaknya lebih kepada ilmu lingkungan dan statistika. Seperti jerawat pada wajahku yang tampan ini yang seharusnya tidak boleh muncul di sana. Kebingungan mulai terasa meliputi fikiran ini, bagaimana bisa ada kebijakan yang membuat kalkulus bisa menjadi mata kuliah wajib di program studi perencanaan wilayah dan kota ini. Kembali menuai logika pribadi, seharusnya yang meraih award 3 sks adalah matkul-matkul seperti pengantar PWK, proses perencanaan atau bahkan statistika. Karena memang di sanalah yang harus ditekankan pada mahasiswa planologi.

Dan sampailah saya pada realita yang ada, yaitu nilai ujian tengah semester kalkulus pada semester ini. Hufff, malas terasa, lemah menyapa, dan sumuk di muka, untuk dapat menerima dan membahas kenyataan pahit ini. jauh sudah dari sebuah harapan, khususnya harapan orangtua. Rasanya angka pertama pada nilai UTS saya ini sama dengan nilai angka pertama pada harga makanan jika saya makan nasi pake 2 tempe goreng+sayur+krupuk di warung makan favoritku. Ingin sekali saya remas-remas atau dijadikan kertas nasi uduk, namun mengingat harga kertas semakin berat didompet terlebih lagi harus menjaga lingkungan dari sampah sembarangan maka dibatalkanlah niat jahat ini. Dendam akan hal ini terus berkobar, kalau saja(berandai-andai), mata kuliah di planologi cuma kalkulus, bukan hanya bisa, mungkin bisa saja jadi terampil kalkulus.hehe..
Tapi sesungguhnya, saya tidak ingin mengeluhkan masalah ini, biar saja dilakukan dengan optimal, namun pada kenyataannya masalah ini semakin membuat muak dengan ditambahnya "The Master" yang semakin kukejar semakin menjauh dari alam sadarku alias membuat mata semakin terasa berat alias ngantuukpakesumuk! di setiap kegiatan perkuliahan. inilah kenyataan keadaan proses perkuliahan kalkulus saya yang mengantarkan pada kehancuran nilai saya.

Dari semua kegerahan saya pada kalkulus, masih menyimpan titik terang dan tanggung jawab sebagai mahasiswa yang baik. Saya sadar, saya tengah berada dalam sebuah sistem. Dan yang perlu dilakukan adalah mematuhi sistem tersebut. Pada prinsipnya, masih banyak jalan atau cara untuk mengakomodasi kesulitan ini. Salahsatunya, cukup dengan terus mengurangi rasa keluh kesah dan dendam ini dan mencoba mengubah paradigma thd sistem yang membingungkan ini dengan sistem yang disukai seperti sistem permainan keren;RPG, ragnarok online, gunbound dkk nya.
maka saya adalah gamer saat ini, yang sebagai lakon utama yang dengan rela menghabiskan waktu di depan kompinya untuk meraih point setinggi-tingginya untuk karakter pada game tersebut. Dan dunia ini pun bisa terasa berada di tangan ini.haha...

Pada akhirnya, dari semua tulisan ini, bukan berarti saya benci pada kalkulus, namun sistemnya lah yang harus dibenahi. Sistem yang membuat kalkulus terasa begitu memberatkan sehingga malah menjadi beban bagi beberapa mahasiswa dari beberapa jurusan. Dan pernyataan ketidaksetujuan dan kesinisan dari saya terhadap mahasiswa-mahasiswa yang membenci kalkulus yang padahal matkul wajib ini sangat berpengaruh pada matkul-matkul di jurusannya.

akhir kata, dengan segala permohonan maaf atas segala kekeliruan kata-katanya.


oddie